h1

PERMASALAHAN BLBI

Juli 11, 2012

BLBI merupakan fasilitas dari Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan sistim pembayaran dan sektor perbankan agar jangan terganggu karena ketidak seimbangan (mismatch) antara penerimaan dan penarikan dana pada bank-bank, baik jangka pendek maupun panjang. Dalam operasinya ada bebagai jenis fasilitas likuiditas bank sentral kepada sektor perbankan dengan persyaratan yang berbeda, sesuai dengan sasaran maupun peruntukannya. Karena jenis failitas yang beragam ini secara umum dapat dikatakan bahwa BLBI adalah fasilitas likuiditas BI yang diperikan kepada bank-bank diluar kredit likuiditas Bank Indonesia atau KLBI.
Meskipun bantuan likuiditas untuk menghadapi masalah perbankan ini sudah ada dan dipergunakan sejak lama, istilah bantuan likuiditas BI atau BLBI baru digunakan oleh Bank Indonesia sejak tahun 1998. Istilah ini muncul semenjak Indonesia menjalankan program pemulihan ekonomi dengan dukungan IMF yang menyebutkan berbagai fasilitas tadi sebagai liquidity supports. Untuk membedakan dengan KLBI yang lebih dikenal secara umum dan sebagai terjemahan dari liquidity support telah digunakan istilah bantuan likuiditas Bank Indonesia atau BLBI.
Pada dasarnya BLBI terdiri atas 5 jenis fasilitas sebagai berikut:
• Fasilitas dalam rangka mempertahankan kestabilan sistim pembayaran yang bisa terganggu karena adanya mismatch atau kesenjangan antara penerimaan dan penarikan dana perbankan, baik dalam jangka pendek disebut fasilitas diskonto atau fasdis I dan yang berjangka lebih panjang, disebut fasdis II.
• Fasilitas dalam rangka operasi pasar terbuka (OPT) sjalan dengan program moneter dalam bentuk SBPU lelang maupun bilateral
• Fasilitas dalam rangka penyehatan (nursing atau rescue) bank dalam bentuk kredit likuiditas darurat (KLD) dan kredit sub-ordinasi (SOL)
• Fasilitas untuk menjaga kestabilan sistim perbankan dan sistim pembayaran sehubungan dengan adanya penarikan dana perbankan secara besar-besaran (bank run atau rush) dalam bentuk penarikan cadangan wajib (GWM) atau adanya saldo negatif atau saldo debet atau overdraft rekening bank di BI
• Fasilitas untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat pada perbankan dalam bentuk dana talangan untuk membayar kewajiban luar negeri bank dan untuk pelaksanaan sistim penjaminan (blanket guarantee).
MASALAH BLBI
Komponen terbesar dari BLBI adalah bantuan likuiditas Bank Indonesia yang diberikan kepada bank-bank yang menghadapi masalah penarikan dana pada bank-bank oleh nasabah secara besar-besaran dan bersamaan, berkaitan dengan krisis yang melanda perekonomian nasional. Akan tetapi BLBI juga menyangkut berbagai fasilitas BI kepada bank-bank dalam bentuk lain sebagaimana secara rinci disebutkan di atas. Bantuan likuiditas yang dipertanyakan proses penyaluran dan pemanfaatannya serta dipersoalkan pembebanan pembiayaanya ini telah menjadi masalah yang banyak dipergunjingkan di masyarakat.
Masalah ini lebih mencuat lagi setelah diumumkannya hasil audit BPK terhadap Bank Indonesia yang memberikan suatu disclaimer, artinya BPK tidak bersedia memberikan pendapat karena berbagai hal, seperti lemahnya pengawasan intern dan pembukuan yang tidak beres. Audit BPK juga secara spesifik dilakukan terhadap BLBI. Dalam testimoni Gubernur BI dengan Komisi IX DPR telah disepakati untuk investigative audit tentang BLBI.
BLBI DALAM KEADAAN NORMAL
• Dalam keadaan normal, suatu bank meskipun dalam keadaan sehat dapat saja menghadapi masalah adanya kesenjangan antar aliran dana yang harus dibayarkan dengan yang diterima di dalam menjalankan fungsinya sebagai perantara keuangan dalam sistim pembayaran sebagai. Aliran dana itu harus dilaksanakan sebagai pembiayaan transaksi yang terjadi dalam perekonomian. Keadaan likuiditas bank demikian disebut sebagai suatu mismatch, artinya suatu kesenjangan yang timbul karena tagihan terhadap bank tersebut (liabilities) lebih besar dari hak untuk dibayar (assets) pada hari dilakukan pencatatan.
• Hak menerima bayaran dan kewajiban membayar harian yang terjadi karena transaksi yang dibayar melalui dokumen ( non-cash payments) dengan perantaraan perbankan setiap hari kerja dicocokkan melalui proses kliring, yang di Indonesia dilaksanakan oleh lembaga kliring. Di Indonensia kliring dilaksanakan oleh BI serta dalam hal-hal tertentu oleh bank-bank yang ditunjuk BI. Dalam sistim pembayaran nasional pembayaran dilakukan selain melalui cara ini juga melalui cara tunai, menggunakan uang.
• Setiap hari bank-bank perserta kliring harus mencek bagaimana posisinya pada waktu kliring. Suatu bank yang pada waktu kliring, pencocokan hak dan kewajiban bayar membayar tadi akan mengetahui apakah posisinya positif atau negatif. Bagi suatu bank, kalau hak tagihnya lebih kecil dari kewajiban membayarnya menurut dokumen yang dimasukkan proses kliring dikatakan mengalami kalah kliring. Seperti di atas dikatakan suatu bank, termasuk yang kondisinya sehat, suatu hari bisa saja mengalami kalah kliring. Ini suatu istilah yang banyak disalah artikan di masyarakat, seolah-olah suatu bank yang kalah kliring itu otomatis menghadapi masalah hidup matinya bank. Ini tidak benar. Kalah kliring adalah suatu hal yang biasa, karena posisi netto dari hak dan kewajiban harian tadi tidak selalu persis sama besar, tergantung dari transaksi yang dilayani hari tersebut. Tentu saja kalau dalam periode yang berkepanjangan bank terus menerus mengalami kalah kliring, ini memang menandakan adanya masalah yang lebih dalam dari posisi likuiditas, mungkin secara struktural bank ini bermasalah.
• Suatu bank yang menghadapi kalah kliring harian dalam keadaan normal akan mengatasinya dengan cara-cara sebagai berikut;
(i). Menutup kekalahan dengan menggunakan dananya sendiri, baik yang disimpan dibanknya atau yang disimpan di BI. Sejak tahun 1995, bersamaan dengan perubahan ketentuan tentang besarnya dan cara menghitung jumlah minimal giro wajib bank atau giro wajib minimum (GWM), bank-bank diharuskan menyimpan giro wajib pada BI. Untuk kehati-hatiannya bank-bank biasanya mempunyai giro yang lebih besar dari kewajian minimumnya (5% dari dana pihak ketiga sejak 1996).
(ii) Menutup kekurangan tersebut dengan mencari pinjaman dari bank lain dalam pasar uang antar bank (PUAB) dengan suku bunga yang berlaku di pasar. Suku bunga pasar uang antar bank ini untuk bank-bank yang dianggap bonafide di Jakarta, sejumlah 21 bank yang relatif besar, disebut suku bunga JIBOR (Jakarta inter-bank offer rate). Untuk bank-bank diluar mereka ini biasanya suku bunga lebih tinggi lagi. Semakin suatu bank dianggap rendah bonafiditasnya diantara mereka semakin tinggi suku bunga yang harus dibayar untuk pinjaman antar bank ini.
(iii) Kalau dari sumber-sumber tersebut tidak diperoleh, apapun alasannya, maka jalan yang ditempuh adalah minta menggunakan fasilitas BI yang digunakan untuk menghadapi masalah ini. Fasilitas yang tersedia adalah yang disebutkan pertama di atas, Fasdis I atau Fasdis II yang berbeda dalam jangka waktu dan persyaratannya.
• Dalam keadaan normal bank sebenarnya tidak suka meminta BI untuk menggunakan fasilitas diskonto. Mengapa? Karena dalam keadaan normal hal ini dipandang sebagai tindakan yang menunjukkan kelemahan bank yang bersangkutan kepada bank-bank lain, bahwa bank tersebut tidak dipercaya meminjam dana jangka pendek dari sesama bank. Ini merupakan suatu tabu. Selain itu suku bunga fasilitas diskonto ini lebih tinggi dari suku bunga pasar antar bank, karena mengandung unsur hukuman atau penalty, agar bank tidak mudah menggunakan fasilitas ini. Ini menjaga timbulnya moral hazard. Bisa dibayangkan kalau bank-bank dapat memperoleh dana murah dari bank sentral, tentu BLBI ini jumlahnya lebih besar lagi tanpa terjadinya krisis. Jadi suku bunga BLBI itu lebih mahal dari suku bunga pasar uang antar bank (PUAB). Di sini nampaknya sering terdapat salah pengertian di masyarakat. Seolah-olah BLBI ini seperti kredit likuiditas BI untuk program-program Pemerintah melalui KLBI yang suku bunganya lebih rendah dari suku bunga pasar. Ini tidak benar, karena suku bunga BLBI selalu lebih tinggi dari suku bunga pasar antar bank.
• Jadi dalam keadaan normal, bank yang kalah kliring dapat mencari dana untuk menutup kekurangan likuiditasnya dengan meminjam dari bank lain pada pasar uang antar bank dengan suku bunga yang berlaku, JIBOR untuk bank-bank yang kondisinya baik dan dikenal baik sesama bank. Akan tetapi untuk bank-bank lain, bank-bank kecil, biasanya harus membayar bunga yang jauh lebih besar dari suku bunga yang berlaku bagi bank-bank besar yang tergabung dalam JIBOR ini. Karena pinjaman ini hanya untuk jangka waktu sangat pendek, suku bunga pinjaman antar bank ini lebih tinggi dari yang berlaku untuk pinjaman kepada nasabah biasa dari bank.
BLBI DALAM MASA KRISIS
• Semenjak gejolak moneter mengenai Indonesia pertengahan Juli 1997, maka sebagai implikasi dari kebijakan moneter yang ditempuh terjadi keketatan likuiditas perekonomian. Ini terjadi terutama setelah pengambangan rupiah medio Agustus 1997. Keketatan likuiditas merupakan implikasi dari tindakan mempertahankan nilai rupiah melalui kebijaksanaan fiskal (menahan pengeluaran rutin), kebijakan moneter (penghentian pembelian SBPU oleh BI akhir Juli 1997 dan peningkatan suku bunga SBI sampai lebih dari dua kali lipat minggu ketiga Agustus 1997), ditambah dengan suatu tindakan yang merupakan gebrakan moneter (pengalihan deposito berbagai BUMN dan Yayasan menjadi SBI). Ini merupakan permulaan terjadinya dampak negatif krisis terhadap sektor perbankan.
• Proses terjadinya mismatch likuiditas perbankan dan jalan yang ditempuh perbankan sampai terjadinya pemberian BLBI mungkin dapat digambarkan sebagai berikut: Semula, terjadi proses pengalihan dana perbankan dari bank yang satu ke yang lain. Bank-bank yang mengalami penarikan dana nasabah secara besar-besaran menghadapi masalah kekurangan likuiditas ini dengan mencari pinjaman antar bank. Setelah sumber ini menghilang, bank akan menggunakan dana yang dimilikinya pada BI. Giro bank yang bersangkutan pada BI berkurang dengan penarikan ini, semula dari dana diluar GWM, kemudian setelah dana ini hilang, kalau penarikan masih berjalan dihadapi dengan penyusutan GWM. Kalau penarikan berlanjut, bank yang memang harus melayani penarikan dana nasabah harus membiayainya dengan mengalami saldo negatif atau saldo debet atau overdraft pada rekening giro di BI.
• Pelanggaran GWM (kurang dari 5% atas dana pihak ketiga bank) ini mengandung penalti yang berat, kalau tidak dibayar akan menjadi hutang bank kepada BI. Jumlah bank yang melanggar ketentuan GWM ini membengkak dengan berjalannya krisis. Sebagai contoh pda bulan Agustus 1997, pelanggaran ketentuan GWM, artinya giro bankbank pada BI yeng menurun dibawah 5% dari dana pihak ketiga, terjadi terhadap 14 bank pada tanggal pengumuman pengambangan rupiah (14/8/97) dan menjadi 51 pada akhir Agustus 1997. Setelah krisis terjadi memang ada yang menyalahkan kebijakan Pemerintah mengambangkan rupiah.
• Pasar uang antar bank menjadi lebih terkotak-kotak, bank yang masih mempunyai kelebihan likuiditas harian tidak bersedia melepas likuiditasnya di pasar uang antar bank. Likuiditas yang berlebih hanya dilepas kepada bank lain yang benar-benar dikenalnya dengan suku bunga yang sangat tinggi. Dalam proses penyelamatan oleh pemiliknya, dana dikeluarkan oleh pemiliknya dari bank-bank yang dipandang lemah (tidak memberi jaminan keamanan dana) kepada bank-bank yang dianggap kuat atau apa yang dikenal sebagai flights to safety, bank-bank Pemerintah, bank-bank swasta besar dan bank-bank asing yang dianggap aman memperoleh tambahan likuiditas atas kerugian bank-bank yang dianggap lemah.
• Adanya kompartmentalisasi atau segmentasi pasar uang antar bank ini menyulitkan pengelolaan likuiditas maupun pengendalian sistim pembayaran oleh Bank Indonesia. Suku bunga antar bank yang tidak mengalami masalah likuiditas tidak terlampau tinggi, sebaliknya dengan suku bunga antar bank yang mengalami keketatan likuiditas. Dalam keketatan likuiditas sekitar September 1997 sementara bank harus membayar suku bunga setinggi 200% per tahun, bahkan lebih tinggi lagi untuk memperoleh dana guna menutup kekurangan likuiditasnya. Akan tetapi suku bunga JIBOR tidak terlampau tinggi meningkatnya. Ini menimbulkan masalah dalam implemantasi program moneter antara otoritas moneter dengan IMF pada akhir Nopember dan selama Desember 1997. IMF mendesak ditingkatkannya suku bunga karena yang diamati adalah perkembagan suku bunga JIBOR yang tidak banyak bergerak karena diantara bank-bank yang dianggap aman oleh pemilik dana ini memang tidak ada masalah likuiditas. Padahl untuk bank-bank lain, bank-bank kecil dan menengah kebannyakan mengalami masalah. Ini implikasi dari sekmentasi atau kompartmentalisasi pasar uang antar bank.
• Sebagian bank tidak dapat memperoleh akses likuiditas dari pasar, padahal mengalami masalah mismatch likuiditas. Bank-bank inilah pada dasarnya yang terpaksa lari ke BI untuk mengajukan permintaan bantuan likuiditas. Bank-bank yang dalam posisi demikian menjadi semakin banyak dengan berjalannya krisis moneter yang terus belangsung.
• Setelah pelanggaran ketentuan GWM, karena penarikan dana perbankan berlanjut maka bank-bank mengalami saldo debet atau saldo negatif pada rekening giro mereka di BI. Bank yang mengalami saldo negatif pada akhir 1997 tercatat sebanyak 29. Sebagaimana digambarkan di atas, ini terjadi melalui proses kliring yang menghitung segala tagihan dan pembayaran yang setelah digabungkan atau dinetokan (netting) maka suatu bank akan mempunyai posisi kalah kliring atau sebaliknya, atau saldonya nol kalau tagihan dan pembayaran ternyata berimbang. Kalau sumber-sumber lain untuk menutup kekalahan kliring tidak ada, maka bank tersebut dapat mempunyai saldo negatif pada rekening gironya di BI.
• Selain saldo negatif pada rekening giro bank-bank di BI bentuk BLBI lain adalah dana talangan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran sebagai implikasi dari janji Pemerintah memberi perlindungan pada deposan kecil pada bank yang dicabut ijin usahanya, sesuai Kebijakan Pemerintah 3 September 1997. Dalam rangka pencabutan ijin usaha 16 bank bulan Nopember 1997 BI membiayai pengembalian dana deposan sampai dengan Rp 20 juta untuk masing-masing rekening, yang merupakan dana talangan. Selain itu juga dilakukan pembayaran kepada pemilik deposito dan tabungan diatas Rp 20 juta pada minggu ketiga Pebruari 1998.
• Setelah krisis bekelanjutan bahkan lebih memburuk dalam arti ancaman hilangnya sama sekali kepercayaan terhadap perbankan, maka atas usul IMF dalam kelanjutan dari negosiasi untuk LOI kedua, Pemerintah pada akhir Januari 1998 menerapkan suatu sistim yang memberi jaminan kepada bank nasional Indonesia yang mencakup keseluruhan kreditur dan deposito serta tabungan bank, dikenal sebagai blanket guarantee. Dana yang digunakan untuk kepentingan ini juga merupakan bagian dari BLBI.
• Selain itu, dalam rangka kesepakatan Frankfurt bulan Juni 1998 mengenai pinjaman swasta, BI memberikan talangan untuk membayar pinjaman perbankan jangka pendek yang jatuh tempo waktu itu ( trade financing dan interbank detb arrears) dan untuk kelancaran pembukaan L/C diberikan jaminan pembiayaan perdagangan internasional.

Oleh : J. Soedradjad Djiwandono
Gurubesar tetap Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia
sumber: http://www.pacific.net.id/pakar/sj/permasalahan_blbi.html

h1

Konvergensi IFRS Terhadap Pelaporan Pajak

Juli 11, 2012

Konvergensi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) menuju International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan isu hangat yang diperbincangkan di lingkungan bisnis. Proses konvergensi ini akan memberikan dampak tidak hanya di bidang akuntansi saja tetapi juga dalam berbagai aspek perpajakan dan business process lainnya. Salah satu aspek yang cukup penting yaitu aspek perpajakan di Indonesia. Hal ini menuntut setiap orang yang terlibat dalam lingkungan tersebut untuk meningkatkan skill dan knowledge-nya. Oleh karena itu, konvergensi IFRS ini sudah menjadi suatu kewajiban untuk dipelajari dan diterapkan dalam lingkungan terkait. Konvergensi IFRS secara penuh di Indonesia dilakukan nanti pada tahun 2012 dan persiapan akhir adalah 2011.

Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK serta peran regulator yang terkait sepakat akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS pada tahun 2012. Dengan kesiapan adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi (M&A), lintas negara. Tercatat sejumlah akuisisi lintas negara telah terjadi di Indonesia, misalnya akuisisi Philip Morris International terhadap PT HM Sampoerna, Tbk (Mei 2005), akuisisi Khazanah Nasional Berhad terhadap PT Bank Lippo, Tbk dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (Agustus 2005), ataupun United Overseas Bank terhadap PT Bank Buana Indonesia (Juli 2005). Sebagaimana yang dikatakan Thomas Friedman, “The World is Flat”, aktivitas M&A lintas negara bukanlah hal yang tidak lazim. Karena IFRS dimaksudkan sebagai standar akuntansi tunggal global, kesiapan industri akuntansi Indonesia untuk mengadopsi IFRS akan menjadi daya saing di tingkat global. Inilah keuntungan dari mengadopsi IFRS.

Dalam rangka pengharmonisasian standar akuntansi, Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi international untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian untuk mengadopsi standar international itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru harmonisasi dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar internasional tersebut. Adopsi standar akuntansi international tersebut terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan publik merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga secara internasional. Jika terjadi jual beli saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam penyusunan laporan. Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi , sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK no 24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar berhubungan dengan imbalan kerja atau employee benefit. Bapepam telah memberikan sinyal kepada semua perusahaan go public tentang kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak melakukan harmonisasi. Dalam pernyataannya Bapepam menjelaskan bahwa kerugian yang berkaitan dengan pasar modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di negara lain. Perusahaan Asing akan kesulitan untuk menterjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standar nasional kita sebaliknya perusahaan Indonesia yang listing di negara lain, juga cukup kesulitan untuk membadingkan laporan keuangan sesuai standar di negara tersebut. Hal ini akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal. Adanya harmonisasi ini, dibutuhkan konvergensi IFRS, hal ini akan menyebabkan implikasi PSAK terbaru terhadap pelaporan pajak di Indonesia.

Pengaruh konvergensi IFRS terhadap Perpajakan

Pengaruh konvergensi IFRS tidak hanya berpengaruh terhadap dunia bisnis saja, tetapi juga dalam dunia Perpajakan. Perbedaan IFRS dengan perpajakan salah satunya mencakup aset tetap (PSAK No. 16). Berdasarkan PSAK No. 16 (Revisi 2007) perusahaan diperbolehkan memilih metode biaya atau metode revaluasi, sedangkan Peraturan Perpajakan, yaitu Peraturan Menteri Keuangan No.79/PMK.03/2008, metode penyustan aset tetap menggunakan biaya perolehan sesuai Pasal 10 ayat (1) UU PPh, Menteri Keuangan. Masalah kewajiban perpajakan yang timbul atas revaluasi aset tetap adalah sebagai berikut:

  1. Nilai hasil revaluasi akan lebih tinggi dari nilai perolehan awal.
    Hal ini disebabkan penilaian aset tetap dilakukan berdasarkan nilai
    pasar/nilai wajar tersebut yang ditetapkan oleh jasa penilai/appraisal independen yang disahkan oleh Menkeu. Sehingga atas hasil revaluasi ini akan muncul selisih revaluasi aset tetap dari perolehan yang lama.
  2. Apakah atas hasil revaluasi dikenakan PPh bersifat final sebesar 10%?
    Jawabannya ya, hal tersebut sesuai dengan ketentuan dimaksud pada pasal 5 PMK 79/PMK.03/2008 tentang penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan. Adapun tatacaranya dapat dilihat pada Per-12/PJ/2009. Obyek yang dikenakan tarif 10% tersebut adalah selisih dari nilai hasil revaluasi aset tetap.

Contoh lainnya yang menjadi perhatian bagi pihak otoritas pajak, konvergensi IFRS yang berimplikasi dengan perpajakan adalah sebagai berikut:

  1. Pada PSAK No. 1, pos?pos dalam laporan laba rugi komprehensif, yaitu: beban keuangan, keuntungan atau kerugian dari operasi yang dihentikan, diakui secara keseluruhan sedangkan pada perpajakan dilakukan koreksi fiskal atas perbedaan antara akuntansi dan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  2. Pada No. PSAK 7, pengungkapan pihak pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah pihak istimewa yang terkait dengan pihak dalam transaksi yang wajar, pengakuan beban selama periode berjalan, klasifikasi pengungkapan atas pihak?pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Pada nama entitas induk, jika berbeda dengan entitas anak dan pihak yang mengendalikan. Jika entitas induk maupun pihak pengendali utama menghasilkan laporan keuangan yang tersedia untuk keperluan umum, nama entitas induk berikutnya yang paling pertama melakukannya juga harus diungkapkan. Dari sisi perpajakan semua pihak istimewa harus diungkapkan dengan pengisian lampiran 3A atau 3B pada SPT PPh badan dan membuat TP Documentation sesuai Per?43/PJ/2010.
  3. Pada PSAK No. 10, pengaruh perubahan nilai tukar valuta asing, pada laporan keuangan mata uang yang digunakan adalah: mata uang fungsional digunakan sebagai mata uang pengukuran dan penyajian bisa berlainan dengan mata uang fungsional. Sedangkan pada perpajakan harus menggunakan rupiah atau US Dollar.
  4. Pada PSAK No. 13, properti yang digunakan pada operating lease Diklasifikasikan dan dicatat sebagai properti investasi, hanya jika sesuai dengan definisi dari properti investasi dan lessee menggunakan fair value model. Sedangkan pada perpajakan Tidak membedakan properti investasi dari aktiva tetap, Pengalihan tanah dan/bangunan dikenakan pajak penghasilan final.

Kesimpulan dan Saran

PSAK yang sekarang berlaku, maupun nantinya diterapkan IFRS, ataupun SAK ETAP, Undang-Undang Perpajakan kita ataupun Ditjen Pajak juga berencana menyesuaikan perkembangan yang terjadi begitu cepat dari standar akuntansi yang diterbitkan oleh Dewan Standar Ikatan Akuntan Indonesia. Titik temunya adalah rekonsiliasi fiskal untuk menghitung laba kena pajak sebagaimana yang telah berlaku selama ini. Sebagai contoh, penurunan nilai tercatat aset maupun pemulihannya yang diperkenankan oleh standar-standar akuntansi yang berlaku tahun 2011, tentunya akan berpengaruh besar terhadap perhitungan laba rugi komersial entitas dan perhitungan PPh-nya. Semakin banyak pos-pos yang akan direkonsiliasi menyesuaikan peraturan Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk menghitung laba kena pajak menurut fiskal. Kita dituntut belajar terus menerus menyesuaikan perkembangan standar akuntansi dan peraturan perpajakan, yang masing-masing berjalan dengan arahnya sendiri-sendiri. Sebagai kesimpulan bahwa tidak ada dampak IFRS convergence terhadap pelaporan pajak, karena laporan keuangan fiskal mengacu pada aturan pajak (Undang-Undang, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktorat Jenderal, dll.) yang berbeda dengan PSAK/IFRS/GAAP dan sebagainya.

h1

Kendala Bank Syariah di indonesia.

Juli 11, 2012

Adanya sistem dual banking di Indonesia saat ini merupakan suatu hal yang perlu disyukuri bagi umat muslim di Indonesia. Adanya perbankan syariah di Indonesia merupakan cita-cita luhur yang sejak lama diimpikan oleh penggagas adanya ekonomi Islam secara kelembagaan. Beroperasionalnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) telah menandai babak baru dunia perbankan di Indonesia. Sebelum ada BMI, sistem perbankan di Indonesia masih memakai single banking system yang menempatkan instrumen bunga sebagai basis kekuatan dalam menjalankan segala transaksi perbankan. Single banking system yang biasa kita sebut sebagai model perbankan konvensional nantinya sebagai pembeda dengan model perbankan syariah. Setelah ada BMI, dunia perbankan di Indonesia sudah tidak lagi dimonopoli oleh perbankan konvensional yang umurnya diperkirakan telah mencapai puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun dan dianggap mempunyai andil dalam memperbesar kerugian negara di waktu krisis ekonomi 1997.

Prinsip dasar operasional bank islam/ bank syariah tidak mengenal adanya konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial, Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/ kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.

Perkembangan bank-bank syariah di dunia dan di Indonesia mengalami kendala karena bank syariah hadir di tengah-tengah perkembangan dan praktik-praktik perbankan konvensional yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat secara luas. Kendala yang dihadapi oleh perbankan (lembaga keuangan) syariah tidak terlepas dari belum tersedianya sumber daya manusia secara memadai dan peraturan perundang-undangan. Hal ini mengingat bahwa di masing-masing negara, terutama yang masyarakatnya mayoritas muslim, tidak mempunyai infrastruktur pendukung dalam operasional perbankan syariah secara merata. Konskuensi perkembangan di masing-masing negara tersebut tentunya akan berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan perbankan syariah di dunia. Apalagi pada saat ini produk-produk keuangan semakin cepat perkembangannya.

Pengembangan produk dalam bank syariah seringkali terjebak diantara kedua aturan yang saling tarik menarik, yaitu syariah dan hukum positif. Perlu ada upaya bersama untuk mencari jalan keluar, misalnya menyusun undang-undang bank syariah tersendiri. Hal ini amat penting agar bank syariah dapat menunjukkan ciri khas produknya dari yang dimiliki bank konvensional.

Pengembangan produk dalam perbankan syariah dapat mengikuti arah perbankan konvensional, tetapi asas-asas produk syariah tidak boleh ditinggalkan. Semua produk syariah dapat diterapkan untuk semua jenis kategori, tetapi harus mengikuti konsekuensinya. Perlu adanya usaha terus menerus mengembangkan teknis keuangan untuk memberikan alternatif bagi perbankan syariah terhadap produk keuangan di dunia konvensional. Rujukan (benchmark) keuangan merupakan contoh yang paling jelas dalam hal ini.

Pengembangan produk bukan saja melibatkan sumber daya yang ada dalam penelitian dan pengembangan, tetapi juga sumber daya yang mengerti dan mendalami syariah, karena sumber daya manusia yang ada di bank syariah sekarang ini belum memiliki pengetahuan di kedua bidang itu secara simultan. Untuk itu Perlu dikembangkan sejak dini penggabungan pendidikan ilmu duniawi dan ilmu agama sejak dini sekali dan ini harus dilanjutkan ke tingkat berikutnya bahkan sampai tingkat perguruan tinggi, sehingga dikotomi pengetahuan agama dan pengetahuan dunia lama-kelamaan akan menipis. Ini bukan tugas perbankan syariah semata, tapi tugas ummat Islam secara nasional. Pendapat mereka terhadap produk-produk yang ditawarkan oleh bank syariah hanyalah produk-produk bank konvensional yang dipoles dengan penerapan akad-akad yang berkaitan dengan syariah. Sehingga hal ini justru memunculkan anggapan negatif masyarakat bahwa kata syariah hanya sekedar lipstik dalam perbankan syariah.

Masih terdapat kebingungan pada karakteristik dasar yang melandasi sistem operasional perbankan syariah, yakni sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil dalam prakteknya dipandang masih menyerupai sistem bunga bagi bank konvensional. Penyaluran dana bank syariah lebih banyak bertumpu pada pembiayaan murabahah, yang mengambil keuntungan berdasarkan margin, yang masih dianggap oleh masyarakat hanyalah sekedar polesan dari cara pengambilan bunga pada bank konvensional.

Mereka masih sangat sulit untuk membedakan antara bagi hasil, margin dan bunga bank konvensional. Kalaupun bisa hanyalah pada tataran teorinya saja, sedang prakteknya masih terlihat rancu untuk membedakan bagi hasil, margin dan bunga. Meski secara teoritis sistem bagi hasil dengan akad mudharabah dan musyarakah sangat baik, namun yang terjadi pembiayaan perbankan syariah dengan pola tersebut menurut mereka belum menjadi barometer bank syariah dan masih sangat kecil.

Dalam bidang hukum tidak adanya UU yang memberi penjelasan mengenai cara operasional perbankan Syari’ah di Indonesia antara tahun 1992 – 1998, dan adanya beberapa permasalahan yang terkait dengan likuiditas perbankan Syari’ah yang berkaitan dengan UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 serta tidak ada badan yang jelas untuk penyelesaian perkara antarabank Syari’ah dengan nasabah.

Bank Syariah mempunyai nasabah potensial yang kurang lebih mencapai 78%, bank-bank syariah seharusnya mulai berbenah diri. Tingginya potensi nasabah dengan rendahnya persepsi masyarakat terhadap syariah menunjukkan minimnya informasi syariah di masyarakat. Strategi pertama yang harus ditempuh bank syariah adalah komunikasi eksternal baik dalam rangka edukasi prinsip syariah maupun produk produk yang ditawarkan. Strategi kedua adalah menciptakan efisiensi melalui inovasi produk dan inovasi proses. Strategi berikutnya adalah megembangkan budaya syariah sebagai salah satu usaha menuju good corporate governance.

h1

PENGARUH IFRS TERHADAP ASURANSI

Mei 3, 2012

Standar Khusus Akuntansi untuk Asuransi Kerugian merupakan standar akuntansi kedua yang khusus mengatur jenis badan usaha tertentu setelah dikeluarkannya. Standar Khusus Akuntansi untuk Koperasi. Standar Khusus ini disusun atas dasar kerja sama antara Ikatan Akuntan Indonesia dan PT. Asuransi Jasa Indonesia.

Asuransi sebagai suatu sistem proteksi atas risiko yang dihadapi masyarakat dari kerugian yang bersifat finansial, membutuhkan profesionalisme dari perusahaan asuransi yang mengelolanya. Yaitu dengan menjaga kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat.

Peranan asuransi dalam pembangunan nasional tidak hanya dapat dilihat dari jumlah dana yang dapat di”himpun” dari masyarakat, tetapi juga dari banyaknya pembayaran klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.

Industri Asuransi Indonesia dalam tahun 1983 sampai dengan 1985 mengalami kesulitan karena antara lain:

Menderita kerugian yang cukup besar karena hasil underwriting tidak memadai bahkan minus.v
Stabilitas keuangan perusahaan asuransi tidak terjamin.v
Di dalam pasar reasuransi internasional tidak mempunyai reputasi yang cukup baik.v

Untuk meningkatkan reputasi industri asuransi Indonesia, diperlukan:

Peningkatan mutu produk dan pasarv
Adanya accounting standard yang berlaku di dalam industri asuransi.v

Perusahaan asuransi di Indonesia relatif mengalami kelambatan dalam perkembangan permodalan. Hal ini disebabkan berbagai keadaan yang belum memadai untuk memungkinkan pengembangan permodalan tersebut.

Dengan adanya suatu Accounting Standard maka perhitungan hasil usaha menjadi lebih jelas, adanya suatu accounting standard akan memberikan value added bagi industri asuransi dan masyarakat yang akan memberikan dampak positip terhadap pembangunan nasional.

AKUNTANSI ASURANSI

Asuransi kerugian pada hakekatnya adalah suatu sistem proteksi menghadapi risiko kerugian finansial, dengan cara pengalihan (transfer) risiko kepada pihak lain, baik secara perorangan maupun secara kelompok dalam masyarakat.

Dasar usaha asuransi adalah kepercayaan masyarakat, terutama dalam hal kemampuan keuangan (bonafiditas) perusahaan untuk memenuhi kewajiban klaim dan kewajiban lain-lain tepat pada waktunya. Untuk itu usaha asuransi harus dikelola secara profesional, baik dalam pengelolaan risiko maupun dalam pengelolaan keuangan.
Beberapa karakteristik dari akuntansi perusahaan asuransi kerugian antara lain:

Penentuan beban tidak dapat sepenuhnya dihubungkan dengan pendapatan premi, karena timbulnya beban klaim tidak selalu bersamaan dengan pengakuan pendapatan premix.

Laporan laba rugi sangat dipengaruhi oleh unsur estimasi, misalnya: estimasi mengenai besarnya premi yang belum merupakan pendapatan (unearned premium income) dan estimasi mengenai besarnya klaim yang menjadi beban pada periode berjalan (estimasi klaim tanggungan sendiri).

Perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan pemerintah dalam hal batas tingkat solvabilitas (solvency margin).

Untuk lebih lengkap dari isi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN bisa klik di sini >> http://bloggerborneo.com/softcopy-psak/

Sedangkan mengenai diberlakukannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang konvergen dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) secara penuh pada tahun 2012

LATAR BELAKAN IFRS

Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :
1. transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang peiode yang disajikan
2. menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
Manfaat dari adanya suatu standard global:
1. Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan berarti. Stadart pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal
2. investor dapat membuat keputusan yang lebih baik
3. perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi
4. gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standard dapat disebarkan dalam mengembangkan standard global yang berkualitas tertinggi.
Hamonisasi telah berjalan cepat dan efektif, terlihat bahwa sejumlah besar perusahaan secara sukarela mengadopsi standard pelaporan keuangan Internasional (IFRS). Banyak Negara yang telah mengadopsi IFRS secara keseluruhan dan menggunakan IFRS sebagai dasar standard nasional. Hal ini dilakukan untuk menjawab permintaan investor institusional dan pengguna laporan keuangan lainnya. Usaha-usaha standard internasional ini dilakukan secara sukarela, saat standard internasional tidak berbeda dengan standard nasional, maka tidak akan ada masalah, yang menjadi masalah, apabila standard internasional berbeda dengan standard nasional. Bila hal ini terjadi, maka yang didahulukan adalah standard nasional (rujukan pertama).

Banyak pro dan kontra dalam penerapan standard internasional, namun seiring waktu, Standard internasional telah bergerak maju, dan menekan Negara-negara yang kontra. Contoh : komisi pasar modal AS, SEC tidak menerima IFRS sebagai dasar pelaporan keuangan yang diserahkan perusahaan-perusahaan yang mencatatkan saham pada bursa efek AS, namun SEC berada dalam tekanan yang makin meningkat untuk membuat pasar modal AS lebih dapat diakses oleh para pembuat laporan non-AS. SEC telah menyatakan dukungan atas tujuan IASB untuk mengembangkan standard akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan yang digunakan dalam penawaran lintas batas.
Kerangka kerja
Kerangka kerja gunan Persiapan dan Presentasi Laporan Keuangan menyampaikan prinsip-prinsip dasar IFRS. Kerangka kerja IASB dan FASB sedang dalam proses pembaharuan dan perangkuman. Proyek Kerangka Konseptual Gabungan (The Joint Conceptual Framework project) bertujuan untuk memperbaharui dan merapikan konsep-konsep yang telah ada guna menggambarkan perubahan di pasar, praktek bisnis dan lingkungan ekonomi yang telah timbul dalam dua dekade atau lebih sejak konsep pertama kali dibentuk.
Tujuan keseluruhan adalah untuk menciptakan dasar guna standar akuntansi di masa mendatang yang berbasis prinsip, konsisten secara internal dan diterima secara internasional. Karena hal tersebut, (dewan) IASB dan FASB Amerika Serikat melaksanakan proyek secara bersama.

Peranan Kerangka kerja
Deloitte menyatakan:
In the absence of a Standard or an Interpretation that specifically applies to a transaction, management must use its judgement in developing and applying an accounting policy that results in information that is relevant and reliable. In making that judgement, IAS 8.11 requires management to consider the definitions, recognition criteria, and measurement concepts for assets, liabilities, income, and expenses in the Framework. This elevation of the importance of the Framework was added in the 2003 revisions to IAS 8.
Objektif laporan keuangan
Sebuah laporan keuangan harus menggambarkan pandangan benar dan adil atas usaha sebuah organisasi. Oleh karena laporan-laporan ini digunakan oleh berbagai pihak, laporan tersebut harus menggambarkan pandangan sebenarnya akan keadaan keuangan sebuah organisasi.
Upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan, membuat International Accounting Standard Boards – IASB melakukan percepatan harmonisasi standar Akuntansi internasional khususnya International Financial Reporting Standards – IFRS yang dibuat oleh IASB dan Financial Accounting Standard Boards (Badan Pembuat Standar Akuntansi di Amerika Serikat).
Tujuan IFRS
adalah memastikan bahwa laporan keuangan dan laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksud dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang:
1. Transparan bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.
2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.
RUANG LINGKUP STANDAR:
Standar ini berlaku apabila sebuah perusahaan menerapkan IFRS untuk pertamakalinya melalui suatu pernyataan eksplisit tanpa syarat tentang kesesuaian dengan IFRS. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan perusahaan yang pertamakalinya berdasarkan IFRS (termasuk laporan keuangan interim untuk periode pelaporan tertentu ) menyediakan titik awal yang memadai dan transparan kepada para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang seluruh periode disajikan.

http://ardianjelek.blogspot.com/2011/05/pengertian-ifrs.html

h1

PENGERIAN DAN DAMPAK IFRS DI INDONESIA

Maret 28, 2012

Pengertian IFRS.
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)

Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards mencakup:

* International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
* International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001

* Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org)

 

Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi.

  • Pertama berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya.
  • Ke-dua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca).
  • Ke-tiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan.
  • Ke-empat adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan (Chariri, 2009).

            Indonesia akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti,. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Namun, perubahan tersebut tentu saja akan memberikan efek di berbagai bidang, terutama dari segi pendidikan dan bisnis.
DAMPAK KONVERGENSI IFRS TERHADAP PENDIDIKAN

Dampak konvergensi IFRS untuk bidang pendidikan antara lain :

  1. Perubahan mind stream dari rule-based ke principle-based
  2. Banyak menggunakan professional judgement
  3. Banyak menggunakan fair value accounting
  4. IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan IFRS lain
  5. Semakin meningkatnya ketergantungan ke profesi lain.
  6. Perubahan text-book dari US GAPP ke IFRS.

DAMPAK KONVERGENSI IFRS TERHADAP BISNIS
Selain dampak terhadap dunia pendidikan IFRS juga menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap dunia bisnis. Berikut ini adalah berbagai dampak yang ditimbulkan dari program konvergensi IFRS yang disampaikan dalam seminar setengah hari IAI dengan topik “Dampak konvergensi IFRS terhadap Bisnis” yang diselenggarakan pada tanggal 28 Mei 2009 kemarin :

  1. Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global.
  2. Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
  3. Disisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harg fluktuatif.
  4. Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value.
  5. principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management).
  6. Penggunaan off balance sheet semakin terbatas.

http://acctbuzz.blogspot.com/2009/08/dampak-konvergensi-ifrs-di-indonesia.html

Dampak penerapan IFRS bagi perusahaan sangat beragam tergantung jenis industri, jenis transaksi, elemen laporan keuangan yang dimiliki, dan juga pilihan kebijakan akuntansi. Ada yang perubahannya besar sampai harus melakukan perubahan sistem operasi dan bisnis perusahaan, namun ada juga perubahan tersebut hanya terkait dengan prosedur akuntansi. Perusahaan perbankan, termasuk yang memiliki dampak perubahan cukup banyak. Perubahan tidak hanya dilakukan pada tingkat perusahaan, namun perlu juga ada perubahan peraturan Bank Indonesia, contohnya tentang penyisihan atas kredit yang disalurkan.

Perusahaan BUMN tidak dapat mengelak untuk menerapkan IFRS. Sebagai perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan, BUMN dipersyaratkan oleh regulasi untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan standar. Untuk dapat mengimplementasikan IFRS perusahaan harus menyiapkan sumber daya manusia dan dana yang cukup untuk melakukan pemutakhiran sistem dan SOP yang saat ini telah ada. Komitmen pimpinan perusahaan diperlukan untuk mendukung proses implementasi IFRS tersebut. Besarnya komitmen pimpinan terkadang dipengaruhi oleh kepedulian stakeholder pengguna laporan keuangan. Kementerian BUMN sebagai stakeholder utama BUMN sangat mempengaruhi bagaimana proses implementasi PSAK baru ini dalam perusahaan.

Perusahaan dalam industri sejenis dapat merumuskan dampak perubahan standar ini secara bersama-sama sehingga lebih efisien, Standar yang bersifat principles based dapat diturunkan dalam bentuk pedoman akuntansi untuk industri spesifik yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan dalam industri tersebut.

http://www.bumntrack.com/index.php/artikel/view_artikel/306

h1

Nazaruddin Menantang SBY dan KPK

Oktober 30, 2011

Skema lupa sedang dimainkan Nazaruddin untuk mendramatisir kasusnya. Dengan jujur Nazaruddin minta dihukum saja atas segala kesalahan yang telah diperbuat. Bahkan, ia juga telah mengirim surat secara pribadi kepada SBY, tidak akan membuka borok dan aib Demokrat dengan syarat SBY tidak mengganggu anak dan istrinya. Belakangan menurut informasi dari para pengacaranya, Nazaruddin akan siap “buka-buka-an” di depan komisi etik.

Terlepas dari sandiwara yang sedang dimainkan. Dalam konteks ini, pernyataan yang dilansir Nazaruddin harus dimaknai sebagai isyarat tantangan kepada KPK dan SBY secara langsung. Tantangan pada KPK, menyangkut kredibilitas KPK yang sebagai lembaga ad-hoc yang paling kencang menindak pelaku korupsi. Lembaga yang hari-hari ini kesaktiaanya sedang di uji dan hendak ditumpulkan oleh kekuatan kekuatan kepentingan yang tidak senang dengan aksi KPK.

KPK adalah lembaga yang akan vis a vis dengan Nazaruddin. Jika KPK gagal mengusut tuntas keseluruhan fakta dan hanya berhenti pada Nazaruddin. Nazaruddin-lah yang bisa dianggap menang. Skenario bungkamnya tidak lepas sebagai upaya untuk menghancurkan KPK. Karena dengan bungkam dan lupa, keseluruhan fakta-fakta dan bukti-bukti kunci tidak akan bisa terungkap. Hasilnya KPK mentok dan menghukum Nazaruddin saja. Padahal, ada skandal besar di balik pengorbanan Nazaruddin.

Jika skenario ini yang terjadi, pelemahan KPK dari semua sudut akan benar-benar terjadi. Secara langsung maupun tidak langsung. Dari sistem kewenangannya, ketidakpercayaan terhadap KPK, citra, nama baiknya dihabisi secara pelan-pelan. Sama persis dengan pernyataan-pernyataan Marzuki Ali yang selalu menyudutkan KPK.

Melawan Nazaruddin dan konco-konconya, KPK sedang menghadapi pertarungan Maha Dahsyat. Mempertaruhkan reputasi, kredibilitas dan kesaktiaannya menghancurkan korupsi. Pertarungan ini, bukan seperti kasus cicak vs buaya. Melainkan pertarungan besar kebatilan melawan kebenaran. Karena itu, komitmen, konsistensi dan keberanian untuk mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah sedang dipertaruhkan para pimpinan KPK. Terlepas adanya dugaan beberapa anggota KPK yang pernah disebut Nazaruddin terlibat dalam pengamanan kasus korupsinya. Nama baik dan harga diri KPK sedang dipertaruhkan.

Untuk SBY

Pernyataan lupa dan keinginannya untuk bungkam sebenarnya ditujukan kepada SBY. Sebuah pernyataan yang dapat dianalisa sebagai cara Nazaruddin untuk mengetahui sikap SBY terhadap dirinya yang sudah banyak membantu keuangan partai. Pernyataan yang sekaligus mengandung pesan tantangan buat SBY, mengukur keberaniannya untuk membersihkan partai. Pernyataan ini, sebetulnya juga ungkapan bahwa yang melakukan tindakan korupsi dalam tubuh partai tidak hanya dirinya sendiri.

Nazaruddin ingin mengatakan bahwa dia hanyalah operator kecil saja. Ada yang lebih besar, yang mengarahkan kenapa dia harus melakukan tindak korupsi.

Inilah tantangan besar bagi SBY, yang dalam banyak kesempatan selalu mendengungkan pemberantasan korupsi. Tentu butuh keberanian yang besar pula untuk membersihakan tubuh partai dari korupsi. Apalagi kita semua tahu, partai Demokrat dalam kampaye 2009 lalu menggungkan slogan “katakan tidak pada korupsi”. Kini, bagaimana bila korupsi ternyata sedang menjangkiti tubuh partainya sendiri.

Pernyataan Nazaruddin yang menghendaki SBY tidak mengganggu istrinya dengan imbalan tidak lagi akan bernyanyi tentang keadaan internal Demokrat sesungguhnya merupakan pertaruhan citra SBY dan Partai Demokrat.

Hemat saya, SBY harus berani melakukan agenda bersih-bersih partainya. Terlepas dari akan terjadinya “perang bharatayuda” dalam tubuh partai. Masa depan partai dan bangsa yang musti dikedepankan. Dalam konteks ini, SBY tidak boleh lagi mengambil titik kompromi politik, sebab bila kondisi itu yang terjadi. Kepercayaan masyarakat terhadap Demokrat pada 2014 dapat dipastikan akan anjlok bahkan bisa jadi akan kalah dengan partai-partai-partai baru. Pun, demikian keperacayaan publik kepada dirinya.

Apalagi bila SBY mau menerima permohonan Nazaruddin melalui surat pribadinya. Bukan kejayaan yang akan ia terima, melainkan kehancuran yang didepan mata. Kenapa demikian? Sebab, SBY memegang peran kunci dalam kasus Nazaruddin. Bahkan, saya mengatakan SBY merupakan aktor paling penting dalam kasus Nazaruddin. Dengan pengaruh dan kuasanya, instruksi dan arahan SBY akan dapat mempengaruhi nalar publik, memberikan suntikan semangat kepada penegak hukum, maupun KPK untuk mengusut tuntas kasus Nazaruddin.

Kebijaksanaan SBY sebagai presiden untuk memberi ruang yang seluas-luasnya terhadap pengungkapan kasus korupsi Nazaruddin akan menjadi arah baru penegakan korupsi di Indonesia. Peran SBY adalah pintu masuk bagi terbukanya kasus ini secara terang benderang. Pilihan SBY bergerak disisi mana dalam kasus Nazaruddin, sangat ditunggu. Mengamankan Neneng dan tentunya para petinggi Demokrat yang pernah disebut dalam nyanyian Nazaruddin yang berarti mempersulit jalan penyelidikan KPK atau menerima tantangan Nazaruddin yang hendak membuka aib-aib kotor Demokrat, membawa Neneng ke kursi pesakitan?

Ahan Syahrul Arifin, Peneliti dari Universitas Indonesia

LATAR BELAKANG

Perekonomian yang semakin maju di belahan bumi, Tidak luput  dari aktivitas perekonomian manusia yang melakukan transaksi jual beli. Adapun Manusia melakukan transaksi jual beli untuk bertahan hidup dari perkembangan ekonomi yang semakin maju, salah satunya di Indonesia. Tidak hanya melakukan transaksi jual beli, Ada yang memkai secara tukar barang atau bater.

Pada dahulu transaksi barter sudah di lakukan oleh zaman dahulu, Tapi semakin lama transaksi  tukar menukar barang jarang di lihat di indonesia. Sekarang transaksi tukar barang,Sudah jarang di lakukan di Indonesia. Karena perkembangan ekonomi semakin maju, sekarang di lakukan transaksi jual beli pakai mata uang, Setelah melakukan transaksi jual beli pakai mata uang. Di Indonesia banyak seluruh rakyat Indonesia berlomba -lomba mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Ada yang bekerja sebagai petani, karyawan, pegawai negeri dan ada yang bekerja membuka usaha.

Salah satu pekerjaan yang menarik bagi kelompok adalah bekerja di bidang mengambil proyek dari pemerintah, yaitu disebut juga dengan tander. Maka Kelompok kami tertarik dalam tander, Dalam sebuah tander biasanya orang yang menawar rincian pembangunan gedung dll. Akan dipilih pemerintah bila rinciannya jelas dan harga murah.

Setelah memenangin tander dari pemerintah, biasanya pemborong akan melakukan pekerjaan dari tander yang dia ajukan. Pemerintah mengawasi dari tander yang dia kasih pada pemborong, Setelah di selediki ternyata ada dugaan korupsi dalam memenangin tander. Salah orang yang melakukan dugaaan korupsi yaitu NAZARUDIN. Maka kelompok kami tertarik dalam korupsi, yaitu” NAZARUDIN MENATANG SBY DAN KPK” mengukapkan orang- orang  yang terlibat korupsi dalam proyeknya.

Analisis

Harusnya sebagai tersangka Nazarudin mengatakan yang benar itu benar, Ungkapkan kebenaran dalam kasus korupsi di seluruh jajaran pemerintah yang ikut terlibat dalam kasus di wisma alet.

kasus ini jangan di tutup-tutupi, kasus seperti ini harus di ungkap dengan sebenar-benarnya agar korupsi di negara ini tidak ada lagi, dan KPK harus berperan dengan sengat baik untuk mengembalikan kepecayaan masyarakat bahwa KPK melakukan tugasnya dengan baik dan tidak adanya campur tangan siapapun atau pihak apapun dengan mengungkapkan kasus nazaruddin ini sampai tuntas dan menghasilkan kebenaran sebenar-benarnya.

Kesimpulan

kesimpulan dari artikel diatas bahwa nazaruddin harus mampu menyatakan apa yang dikatakan oleh nazaruddin itu benar, dan Presidden SBY serta KPK harus ikut serta dalam membokar kasus wisma atlet dan kejahatan korupsi di negara ini supaya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan badan pemerintahan lain akan kembali membaik dengan memberikan kebenaran yang sebenar-benarnya kepada masyarakat.

Nama Kelompok

Arry Perlin

Nanda Budia Putra

Samuel Hasiholan

Sonny Agus Fridian

Kelas : 4EB08

h1

Analisis Profesi KPU Telibat Kecurangan Pilkada

Oktober 3, 2011

Analisis Profesi

  • Tanggung Jawab Profesi

Seharusnya KPU menjalanka tanggung jawabnya sebagai komisi pemilihan umum yang menjaga dan mengawasi pemilihan umum dengan adil dan tidak berpihak kepadakepentingan oranglain yang ikut serta dalam pilkada, kerena KPU harus bertanggung jawab dengan profesinya.

 

  • Kepentingan Publik

KPU seharusnya senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukan komitmen atas profesionalisme KPU sebagai komisi pemilihan umum yang adil.

 

  • Integritas

Sebagai komisi pemilihan umum seharusnya KPU menjaga kepercayaan publik untuk melaksanakan apa yang menjadi profesinya dengan tidak bertindak curang dan bersikap adil demi kepentingan public.

 

  • Obyektivitas

Prisip obyektivitas memharuskan seseorang bersikap adil tidak memihak,juju serta intelektual, tidak berprasangka serta bebas dari benturan kepentingaan  atau di bawah pihak lain. Hal ini yang tidak dilaksanakan dengan baik oleh KPU yang seharusnya berdiri dalam pendirian sebagai komosi pemilihan umum yang mewakili rakyat.

 

  • Kerasihaan

Didalam kasus KPU seharusnya KPU menjaga hasil pemilihan umum dengan baik sehingga kontestan pilkada tidak dapat bertindak curang terhadap hasil yang telah diberikan masyarakat.

 

  • Prilaku Profesional

Selaku komisi pemilihan umum seharusnya KPU berprilaku konsisten dengan reputasi profesinya yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendeskreditkan profesi. Di dalam kasus ini KPU mendeskreditkan profesi karena dengan ada kecurangan KPU ini profesi pekerjaan KPU menjadi negative dimata publik.

 

h1

PERAN SEKTOR UKM PADA EKONOMI INDONESIA

Mei 12, 2011

Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Karena dengan UKM ini, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang.
Sektor UKM telah dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UKM telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UKM yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru tumbang oleh krisis. Mudradjad Kuncoro dalam Harian Bisnis Indonesia pada tanggal 21 Oktober 2008 mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan terhadap krisis dan mampu survive karena, pertama, tidak memiliki utang luar negeri. Kedua, tidak banyak utang ke perbankan karena mereka dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan input lokal. Keempat, berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan langsung dengan pembeli/importer yang bertempat tinggal/berkewarganegaraan luarnegeri.
kualitas jasa juga dapat dimaksimalkan dengan adanya penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi ini dapat memberikan kontribusi positif dalam pengelolaan, sehingga organisasi dapat lebih terkontrol dengan mudah. Oleh sebab itu, organisasi harus selalu mengikuti dinamika perubahan teknologi yang terjadi.

Ada beberapa alasan mengapa UKM dapat bertahan di tengah krisis moneter 1997 lalu. Pertama, sebagian besar UKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan. Kedua, sebagian besar UKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan. Di Indonesia, UKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.
Terbukti saat krisis global yang terjadi beberapa waktu lalu, UKM hadir sebagai suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat. UKM merupakan salah satu sektor industri yang sedikit bahkan tidak sama sekali terkena dampak krisis global yang melanda dunia. Dengan bukti ini, jelas bahwa UKM dapat diperhitungkan dalam meningkatkan kekompetitifan pasar dan stabilisasi sistem ekonomi yang ada.

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen yaitu Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta . Departemen Koperasi dan UKM. Namun, usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar. Pelaksanaan kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha besar hampir di semua sektor, antara lain perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan industri.
Dengan adanya kebijakan dan dukungan yang lebih besar seperti perijinan, teknologi, struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan, UKM diharapkan dapat berkembang pesat. Perkembangan UKM diharapkan dapat bersaing sehat dengan pasar besar di tengah bebasnya pasar yang terjadi saat ini. Selain itu, UKM dapat diharapkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan masyarakat secara keseluruhan sehingga terciptanya kekompetitifan dan stabilitas perekonomian Indonesia yang baik.
Peranan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam perekonomian Indonesia pada dasarnya sudah besar sejak dulu. Namun demikian sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, peranan UKM meningkat dengan tajam. Data dari Biro Pusat Statistik1 (BPS). menunjukkan bahwa persentase jumlah UKM dibandingkan total perusahaan pada tahun 2001 adalah sebesar 99,9%. Pada tahun yang sama, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh sektor ini mencapai 99,4% dari total tenaga kerja. Demikian juga sumbangannya pada Produk Domestik Bruto (PDB) juga besar, lebih dari separuh ekonomi kita di dukung oleh produksi dari UKM (59,3%).

Data-data tersebut menunjukkan bahwa peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan output.

Meskipun peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral, namun kebijakan pemerintah maupun pengaturan yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum maksimal. Hal ini dapat dilihat bahkan dari hal yang paling mendasar seperti definisi yang berbeda untuk antar instansi pemerintahan. Demikian juga kebijakan yang diambil yang cenderung berlebihan namun tidak efektif, hinga kebijakan menjadi kurang komprehensif, kurang terarah, serta bersifat tambal-sulam. Padahal UKM masih memiliki banyak permasalahan yang perlu mendapatkan penanganan dari otoritas untuk mengatasi keterbatasan akses ke kredit bank/sumber permodalan lain dan akses pasar. Selain itu kelemahan dalam organisasi, manajemen, maupun penguasaan teknologi juga perlu dibenahi. Masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh UKM membuat kemampuan UKM berkiprah dalam perekonomian nasional tidak dapat maksimal. Salah satu permasalahan yang dianggap mendasar adalah adanya kecendrungan dari pemerintah dalam menjalankan program untuk pengembangan UKM seringkali merupakan tindakan koreksi terhadap kebijakan lain yang berdampak merugikan usaha kecil (seperti halnya yang pernah terjadi di Jepang di mana kebijakan UKM diarahkan untuk mengkoreksi kesenjangan antara usaha besar dan UKM), sehingga sifatnya adalah tambal-sulam. Padahal seperti kita ketahui bahwa diberlakunya kebijakan yang bersifat tambal-sulam membuat tidak adanya kesinambungan dan konsistensi dari peraturan dan pelaksanaannya, sehingga tujuan pengembangan UKM pun kurang tercapai secara maksimal. Oleh karena itu perlu bagi Indonesia untuk membenahi penanganan UKM dengan serius, agar supaya dapat memanfaatkan potensinya secara maksimal.

h1

DAMPAK PEREKONOMIAN DUNIA BAGI INDONESIA

Mei 12, 2011

Tanggal 15 September 2008 menjadi catatan kelam sejarah perekonomian Amerika Serikat, kebangkrutan Leman Brothers yang merupakan salah satu perusahaan investasi atau bank keuangan senior dan terbesar ke-4 di Amerika serikat menjadi awal dari drama krisis keuangan di negara yang mengagung-agungkan sistem kapitalis tanpa batas. Siapa yang menyangka suatu negara yang merupakan tembok kapitalis dunia akan runtuh .Celakanya apa yang terjadi di Amerika Serikat dengan cepat menyebar dan menjalar keseluruh dunia. Hanya beberapa saat setelah informasi runtuhnya pusat keuangan dunia di Amerika, transaksi bursa saham diberbagai belahan dunia seperti Hongkong, China, Australia, Singapura, Korea Selatan, dan Negara lainnya mengalami penurunan drastis, bahkan Bursa Saham Indonesia (BEI) harus disuspend selama beberapa hari, pemerintah Indonesia pun kelihatan panik dalam menyikapi permasalahan ini, peristiwa ini menandai fase awal dirasakannya dampak krisis ekonomi global yang pada mulanya terjadinya di Amerika dirasakan oleh negara Indonesia.

Dilihat dari faktor penyebabnya, krisis Ekonomi global pada saat ini berbeda dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia lebih kurang satu dasawarsa lalu, yang mana pada saat itu krisis ekonomi yang melanda Indonesia lebih disebabkan oleh ketidakmampuan Indonesia menyediakan alat pembayaran luar negeri, dan tidak kokohnya struktur perekonomian Indonesia, tetapi krisis keuangan global pada tahun 2008 ini berasal dari faktor-faktor yang terjadi di luar negeri. Tetapi kalau kita tidak hati-hati dan waspada dalam menyikapi permasalahan ini, tidak mustahil dampak krisis keuangan global pada tahun 2008 ini akan sama atau bahkan lebih buruk jika dibandingkan dengan dampak dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, selain menyebabkan volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, juga akan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinya penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia. Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini dapat merusak fundamental perekonomian, dan memicu terjadinya krisis ekonomi.

Krisis keuangan Amerika Serikat menyebabkan masalah global keuangan dunia, untuk mengatasi hal tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan sepuluh arahan: (1) semua kalangan tetap optimis, dan bersinergi menghadapi krisis keuangan, (2) tetap pertahankan nilai pertumbuhan enam persen, (3) optimalisasi APBN 2009, (4) dunia usaha khususnya sektor riil harus tetap bergerak, (5) semua pihak agar cerdas menangkap peluang, (6) galakkan kembali penggunaan produk dalam negeri, (7) tingkatkan sikap profesionalisme, (8) kerja sama dalam menghadapi masalah, (9) tidak melakukan langkah non partisan, (10) komunikasi yang bijak. Sementara itu Mudrajad Kuncoro (2008) mengatakan bahwa setidaknya ada dua langkah strategis dalam mengatasi dampak krisis keuangan global, yaitu Demand pull strategy dan supply push strategy. Demand pull strategy mencakup strategi perkuatan sisi permintaan, yang bisa dilakukan dengan perbaikan iklim bisnis, fasilitasi mendapatkan HAKI (paten), fasilitasi pemasaran domestik dan luar negeri dan menyediakan peluang pasar. Langkah strategis lainnya adalah supply push strategy yang mencakup strategy pendorong sisi penawaran, ini bisa dilakukan dengan ketersediaan bahan baku, dukungan permodalan, bantuan teknologi/mesin/alat, dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia.

Banyaknya cara atau kebijakan pemerintah untuk mengatasi dampak krisis global elum dirasakanya oleh sector rakyat kecil dan menengah. Karena diindonesia masih banyaknyaknya SDM yang mengaggur dan kurangnya sector lapangan pekerjaan serta kurangnya tenaga ahli di Indonesia untuk mengelola sumberdaya yang ada di Indonesia.

h1

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DUNIA

Mei 12, 2011

Menurut International Monetary Fund, pertumbuhan ekonomi global berjalan sedikit lebih lambat dibandingkan prediksi tahun lalu. Menurut ramalan sebelumnya, GDP akan tumbuh sebesar 4.3% namun kini diprediksikan hanya akan tumbuh 4.2% pada tahun 2011. Ketika kondisi ekonomi mulai pulih sedikit demi sedikit, namun resiko akan krisis juga semakin tinggi. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran pemerintah beberapa negara sehingga mereka berusaha mengurangi beban utang negara dan juga membatasi pengeluaran. Sebelumnya IMF telah menyatakan bahwa system finansial global menjadi titik lemah pemulihan ekonomi.
Menurut laporan terakhir organisasi IMF World Economic Outlook, ada perbedaan pertumbuhan ekonomi yang sangat jauh antara negara-negara maju dibandingkan dengan negara berkembang. Perekonomian negara maju seperti AS, Inggris, Jepang dan beberapa negara Uni Eropa terus mendapatkan kritikan karena pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang berjalan lambat padahal stimulus terus dikucurkan. Perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan naik sekitar 2,8% dan 2.2% untuk tahun mendatang. Jauh lebih kecil dari yang sudah diprediksikan sebelumnya yaitu 2.4%. Sedangkan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang seperti Cina, Brazil, Rusia dan India mendekati angka 6.4% tahun depan. Tidak jauh meleset dari yang telah diprediksikan. Bahkan angka pertumbuhan ekonomi tahun ini mencapai 7.1%.
IMF berencana mengadakan pertemuan rutin di musim gugur dengan Bank Dunia. Pertumbuhan ekonomi AS tahun 2010 yang hanya mencapai 2.6% setelah badai resesi dianggap terlalu lemah. Yang lebih parah lagi adalah pertumbuhan ekonomi negara-negara kawasan Eropa. Rata-rata pertumbuhan ekonomi 16 negara Eropa adalah sebesar 1.7% tahun ini dan 1.5% tahun 2011. Laporan IMF juga mencatat adanya peningkatan angka pengangguran dunia dari 30 juta orang di tahun 2007 menjadi lebih dari 210 juta orang.
http://www.surabayaforex.com/analisa-forex/kondisi-perekonomian-global-menurut-laporan-imf/
Dan akibat Konflik Timur Tengah dan Afrika Utara yang meruncing membuat harga minyak dunia kian membubung tinggi. Hari ini, Rabu (23/2/2011), di New York, kontrak harga minyak untuk pengantaran April naik 2 dollar AS menjadi 100 dollar AS per barrel. Sementara di London, harga minyak jenis Brent naik ke posisi 108,57 dollar AS, level penutupan tertinggi sejak September 2008. Meskipun demikian, salah seorang petinggi Dana Moneter Internasional (IMF) optimistis perekonomian dunia bisa bertahan dari kenaikan harga minyak tersebut. “Kejadian ini tidak akan memberi perubahan substansial atas outlook perekonomian global,” sebut John Lipsky, first deputy managing director IMF.
John meramal, harga rata-rata minyak akan berada di level 95 dollar AS per barrel tahun ini. Sementara, tingkat pertumbuhan ekonomi global akan mencapai 4,4 persen di 2011.Sekadar tambahan, ketegangan politik yang menyebar dari Tunisia, Yaman, Algeria, Bahrain, dan Iran dalam empat minggu belakangan memang langsung berdampak pada harga minyak. Padahal, ekonomi dunia baru saja pulih dari jurang resesi paling hebat dalam 50 tahun terakhir.
Semakin lambatnya tingkat pertumbuhan ekonomi dunia yang diakibatkan krisis dan perang antar Negara itu menguncang perekonomian dunia dan menjadi lambatnya pertumbuhan perekonomian.